Honda Eastline Journey: Jejak Rasa di Rembiga

Foto: HS

OTOFEEDS.id – Mataram, Lombok. Setelah suara deru mesin memecah sunyi Sirkuit Mandalika, dan kaki kami menapak tanah merah Bukit Seger yang membisu dalam keindahan pagi, arah kompas petualangan kami berbelok ke utara, menuju jantung kuliner Lombok yang sederhana tapi menggoda siapa pun yang mencintai rasa: Rembiga.

Nama itu seolah bergema setiap kali orang membicarakan sate legendaris khas Lombok. Bukan sembarang sate, melainkan Sate Rembiga Bu Hajah Sinnaseh, sebuah ikon rasa yang lahir dari ketekunan, tumbuh dari kesabaran, dan mengakar kuat dalam hati para pencintanya.

Begitu kami tiba, aroma daging bakar langsung menyergap hidung, membangkitkan rasa lapar yang tak tertahan. Tanpa banyak kata, kami duduk, memesan, dan menunggu sembari memandangi aktivitas di dapur terbuka. Asap mengepul pelan, membumbung seperti doa dari arang yang membara. Dan saat satu per satu tusuk sate mendarat di meja, kami seperti diantar menuju sebuah nostalgia yang belum pernah kami alami.

Daging sapi empuk, sedikit pedas, sedikit manis, dengan rempah yang meresap hingga ke serat terdalam. Rasanya kuat, jujur, dan tak dibuat-buat. Seolah seluruh warisan rasa Lombok dituangkan dalam setiap tusuknya.

Baca Juga: Tanpa Suara, New HR-V e:HEV Mendaki Surga Kecil Mandalika
Di sela-sela menikmati hidangan, kami berkesempatan berbincang langsung dengan sosok di balik kesuksesan kuliner ini. Seorang perempuan bersahaja, tapi wajahnya memancarkan keteguhan:
Bu Hj. Sinnaseh.

Hj. Sinnaseh

Dulu saya cuma ikut orang jualan sate, bantu-bantu saja,” katanya sambil tersenyum mengingat masa lalu. “Lalu saya berpikir, kenapa tidak mencoba sendiri? Saya sewa lahan kecil selama enam bulan waktu itu. Alhamdulillah, sekarang lahan ini milik saya, dan warungnya masih terus ramai sampai hari ini.

Tak ada resep rahasia, tak ada bumbu ajaib. Semua dibuat dengan kesetiaan pada proses dan rasa.

Mungkin karena cocok di lidah banyak orang, ya. Saya juga nggak tahu pasti kenapa rame, tapi saya bersyukur.” katanya merendah.

Di era yang serba cepat dan instan, tempat ini menjadi penanda bahwa kelezatan sejati lahir dari ketulusan dan kesabaran. Sate ini bukan sekadar makanan, ia adalah kisah perjuangan. Setiap tusuknya menyimpan cerita, setiap gigitan mengingatkan bahwa kerja keras tak pernah mengkhianati hasil.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *